Kamis, 13 Maret 2014

ALIANSI STRATEGIS PERUSAHAAAN DIPANDANG DARI ASPEK UNCERTAINTY


ALIANSI STRATEGIS PERUSAHAAAN DIPANDANG DARI ASPEK UNCERTAINTY

Penulis: Yannie Zhong

I. Pendahuluan
Situasi ekonomi dan perubahan dalam dunia bisnis dewasa ini, menimbulkan berbagai persaingan antar perusahaan/produsen untuk dapat menciptakan produk dengan value yang terbaik melalui pengaplikasian strategi yang tepat. Perubahan situasi ekonomi dari economic of scarcity yaitu dimana barang-barang yang dihasilkan belum banyak, sehingga barang-barang tersebut mudah diserap oleh konsumen, menjadi economics of realitive plenty, yaitu kondisi dimana barang-barang tersedia lebih banyak dibanding yng terbeli oleh konsumen, membuat konsumen memiliki kekuatan bargaining yang lebih dibandingkan jaman dulu, memaksa  perusahaan untuk  bersaing menarik perhatian konsumen agar memilih produk mereka.  Persaingan yang terjadi antara perusahan bertambah ketat dengan adanya globalisasi. Persaingan bukan lagi hanya berasal dari industri yang sama dalam satu negara tetapi semakin luas dengan terlibatnya berbagai perusahaan, baik industri yang sama atau berlainan  dari dalam dan luar negeri. Hal ini terjadi sejalan dengan disepakatinya perjanjian  WTO(World Trade Organization) yang memaksa  banyak negara untuk membuka pintu seluas-luasnya kesempatan bagi negara lain untuk membuka usaha di negara tersebut. Perjanjian WTO inilah yang menjadi tonggak resmi berlakunya globalisasi, khususnya sektor perdagangan antar negara dan antar wilayah (Susanto,2006). pertarungan bisnis yang terjadi bukan hanya dalam satu negara saja melainkan lintas negara bahkan meyebabkan dunia bisnis berubah secara drastis sehingga persaingan menjadi semakin ketat dan berdarah. Untuk menghadapi situasi yang demikian, perusahaan mulai memikirkan alternatif stategi untuk bertahan hidup.

Dalam rangka mempertahankan hidupnya , perusahaan mulai menyadari perlunya melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang dapat melengkapi competitif advantage mereka. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan  Akio Morita (Chairman Sony), yang mengatakan bahwa dalam dunia yang  bebas ini,  setiap perusahaan harus berpikir dalam kerangka kerja sama  dengan perusahaan lain jika dia benar-benar ingin memenangkan persaingan (Warta ekonomi,1996). orientasi perusahaan-perusahaan yang semula menganggap perusahaan lain sebagai pesaing yang harus dibunuh dan dimusnahkan mulai beralih menjadi kawan yang dapat diajak bekerjasama atau beraliansi untuk menciptakan competitif advantage yang lebih baik, seperti yang dinyatakan oleh Porter (Porter,2007) bahwa Sebuah perusahaan hanya dapat mengalahkan pesaing-pesaingnya jika mampu menciptakan keunikan yang dapat dipertahankannya Maka dengan beraliansi atau membentuk sekutu-sekutu, diharapkan dapat menciptakan suatu keunikan-keunikan yang baru atau lebih baik untuk menghadapi perusahaan atau bisnis lain diluar sekutunya.

Kerjasama arau Aliansi diharapkan sebagai sebuah strategi yang bisa membantu perusahaan untuk dapat menghadapi berbagai kondisi eksternal yang terjadi -hal ini sebagaimana dijelaskan diatas-, namun benarkah dengan melakukan aliansi ini, dapat memberikan nilai yang positif bagi perusahaan atau justru sebaliknya? Melalui tulisan ini, penulis akan mencoba menelusuri lebih jauh mengenai aliansi strategis dengan melihat aspek-aspek uncertainty yang mungkin terjadi dalam proses aliansi.



II. Aliansi sebagai pilihan stategi bagi perusahaan
2.1.     Aliansi: definisi, konsep, dan tujuan
Aliansi strategis memiliki tujuan utama untuk meningkatkan competitive advantage yang dimiliki suatu perusahaan dengan melakukan kerja sama dengan perusahaan lainnya. Menurut Besanko et.al dalam bukunya Economic of Strategy disebutkan bahwa sebuah perusahaan memiliki sebuah competitive advantage apabila perusahaan tersebut memperoleh tingkat keuntungan ekonomi lebih tinggi daripada rata-rata keuntungan ekonomi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada pasar yang sama (Besanko,2007) competitive advantage merupakan ide sederhana mengenai penilaian kemampuan perusahaan dan posisi pasar secara relative dibandingkan dengan competitor (Williamson. 1991).  Konsep Competitive Advantage bertujuan menjembatani antara formulasi strategi dengan implementasi pada prakteknya. Untuk meraih keberhasilan meningkatkan competitive advantage, banyak strategi yang dapat menjadi pilihan perusahaan, salah satunya adalah dengan melakukan aliansi.
sebelum menelaah lebih jauh mengenai aliansi strategis, untuk mendasari pemahaman kita, kita akan melihat apa sebenarnya yang dimaksud sebagai strategi. Mintzberg mengajukan 5 (lima) definisi dari strategic yaitu plan, play, pattern, position, and perspective( Ciptono ,2008).  Kelima hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu, sebagai awal, strategi ditentukan sebelum tindakan diambil, kemudian strategi disusun secara sadar dan sengaja (terencana). selanjutnya yang dimaksud dengan play, bahwa stategi ini dapat diartikan sebagai manuver untuk mengecoh lawan. Sebagai pola (patern), strategi dapat dirumuskan sebagai konsistensi perilaku yang membentuk pola-pola tertentu, dan sebagai posisi, strategi dikatakan sebagai “ a means of locating an organization in what organization theorists like to call an environment”( Ciptono ,2008). Sebagai perspective, strategi mencerminkan refleksi dan aksi kolektif organisasi.
Aliansi strategis sebagai salah satu bentuk strategi merupakan kemitraan antara perusahaan-perusahaan yang mengkombinasikan sumber daya, kapabilitas, dan kompetensi inti mereka untuk memenuhi kepentingan bersama dalam perancangan, produksi, atau distribusi barang-barang atau jasa. Sejalan dengan itu, Larraine menyatakan bahwa  aliansi strategis bersifat terbuka, intim, long-term, beresiko dan unprediktabel, hal ini karena aliansi melibatkan kombinasi dari organisasi-organisasi dengan budaya, nilai, sejarah, ketertarikan,dan metode operasi yang berbeda. yang berbeda(Segil ,2008).
Berdasarkan hasil penelitian Rosabeth  Moss Kanter(Kanter ,2007) yang dilakukan dengan mewawancarai 500 pemimpin perusahaan, ia mengungkapkan3 (tiga) aspek dasar  dalam aliansi strategis yaitu:
1.  Aliansi haruslah memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, dan aliansi ini bukan hanya merupakan perjanjian tetapi merupakan sistem yang makin lama makin berkembang dalam berbagai kemungkinan. Sejumlah perusahaan diantranya membentuk aliansi karena hubungan tersebut menawarkan suatu pilihan untuk masa depan, bidang-bidang baru, serta peluang-peluang yang tidak terlihat sebelumnya pada pihak-pihak yang terlibat.
2. Aliansi yang dianggap sukses adalah aliansi yang melibatkan kolaborasi-kolaborasi ( pembentukan nilai baru secar bersama) dan bukan hanya pertukaran (memperoleh kembali apa yang diberikan) dalam hal ini para partner menilai keahlian dari masing-masing pihak yang membentuk aliansi.
3. Aliansi tidak dapat dikontrol oleh sistem-sistem formal, tetapi memerlukan networking yang mendukung hubungan antar pribadi dan infrastruktur internal yang mendukung proses pembelajaran





Jenis aliansi strategis berdasarkan kualitas hubungan
Vladimir Pucik (pucik, 1988)menyatakan bahwa strategic alliances can take many forms: technical exchange and cross-licensing, co-production and OEM agreements, sale and distribution ties, joint product development programs, or creation of joint venture firms with equity distributed among the partners. Aliansi strategis bisa memiliki berbagai bentuk, salah satunya dapat dibedakan melalui kualitas hubungan yang terjalin. secara spesifik Aliansi strategis dapat dikelompokan sebagai berikut:
Ø      Mutual service consortia
Sejumlah perusahaan yang serupa dalam industri yang serupa, menggabungkan sumber daya yang mereka miliki untuk memperoleh keuntungan dari suatu akses, misalnya teknologi maju, yang dalam hal ini terlalu mahal apabila dilakukan sendiri-sendiri.
Ø      Joint venture
sebuah kerja sama yang terjadi ketika dua atau lebih perusahaan menciptakan satu perusahaan independen dengan mengkombinasikan sebagian aktiva mereka.
Ø      Kerjasama rantai-nilai
Merupakan bentuk kerjasama yang paling kuat dengan komitmen yang kuat, dimana perusahaan-perusahaan dari berbagai industri dan dengan berbagai keahlian yang berbeda, menggabungkan berbagai keahlian tersebut untuk menciptakan nilai bagi konsumen.


Proses dalam aliansi
Hubungan antar perusahaan diawali, tumbuh dan berkembang,dengan cara yang hampir serupa dengan hubungan antar manusia, hampir tidak ada hubungan yang bisa dikatakan mutlak berjalan sama. aliansi yang baik biasanya  melalui beberapa fase (Kanter,2007) yaitu:
1.      fase pertama : disebut sebagai fase perkenalan dimana terdapat perusahaan-perusahaan yang bertemu, saling tertarik dan menemukan kecocokan.
2.      fase kedua: adalah fase perjanjian atau kesepakatan dimana kedua belah pihak membentuk rencana dan membuat perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan.
3.      fase ketiga: adalah fase pengenalan lebih jauh dimana perusahaan yang baru membentuk rekanan ini seperti pasangan yang baru membentuk keluarga  baru. Mereka menemukan pandangan-pandangan yang berbeda tentang bagaimana menjalankan perusahaan.
4.      fase keempat: adalah fase pembentukan mekanisme untuk menjembatani pandangan dan teknik kerja yang berbeda untuk bisa berjalan bersama.
5.      fase kelima: adalah fase pendewasaan dimana layaknya pasangan yang sudah dewasa, mereka menemukan bahwa mereka telah mengalami perubahan-perubahan internal sebagai efek dari penyesuaian diri atas kerjasama mereka.

2.2.     Perbedaan aliansi dengan merger dan akuisisi
Beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan perusahaan dalam melakukan aliansi adalah adanya kesadaran suatu perusahaan akan  keterbatasan sumber daya manajerial dan kompetensi teknologis untuk secara mandiri menghadapi lingkungan peluang yang makin terbuka. Suatu aliansi biasanya membawa serta berbagi sumber daya komplementer untuk mampu mengerjakan suatu kegiatan dan menciptakan sesuatu yang bernilai yang tidak dapat dihasilkan oleh satu perusahaan tunggal. Dengan menggabungkan sumber daya internal dan sumber daya perusahaan lainnya, maka berarti perusahaan yang memprakarsai aliansi bergerak maju untuk menerima tantangan dan mau bekerjasama menuju ke masa depan. Bisa pula penciptaan lini bisnis dan produk baru. Alasan beraliansi dalam praktiknya terjadi, karena keterbatasan sumber daya dalam masing masing perusahaan yang beraliansi,  Misalnya beberapa perusahaan memilih strategi aliansi dengan alasan efisiensi dan kualitas.
Contoh :
industri PC (personal computer). IBM       menjalin kerjasama dengan lebih dari        400 perusahaan yang menjadi pemasok komponen-komponen PC yang dibuatnya. Microsoft menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang siap mengembangkan perangkat lunak baru. Demikian juga dengan Coca Cola, beraliansi strategik dengan perusahaan lain untuk            mensuplai kemasan baik kaleng    maupun botol.

Salah satu ciri dari stategis aliansi yang juga dapat menjadi keunggulan dari strategi ini adalah bahwa Strategi aliansi tidak menyebabkan satu perusahaan menjadi sub-ordinat perusahaan lain. Strategi ini justru akan membangun rantai nilai perusahaan dalam lintas wilayah bahkan lintas negara. Masing-masing perusahaan tetap bisa mengembangkan pasar sesuai tujuan masing-masing tanpa terganggu dengan aktivitas rantai nilai bersama yang telah disepakati. Hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi di dalam merger dan akuisisi. Gambar berikut merupakan contoh aliansi strategis yang dilakukan siemens:

 

SIEMENS


Gambar : Aliansi Strategis SIEMENS
 
 


Didalam merger, terjadi penggabungan 2 perusahaan atau lebih, yang melebur menjadi satu perusahaan dengan bentuk organisasi yang baru yang merupakan peleburan dari organisasi yang lama dengan core bisnis yang sama. merjer dilakukan atas kesepakatan bersama dan sharing modal, sementara dalam akuisisi terdapat proses pembelian aset atau kepemilikan satu perusahaan terhadap perusahaan lain yang diakuisisi bisa dalam core bisnis yang sama atau berbeda. Contoh merjer adalah penggabungan empat bank di Indonesia yaitu Bank Bumi Daya, Bank EXIM, Bank Dagang Negara, dan Bapindo menjadi satu yaitu Bank Mandiri. Contoh akuisisi adalah Tivella Inc., sebuah perusahaan independen kecil yang berada di California, Amerika Serikat, dibeli oleh Cisco Systems. Perusahaan berskala kecil yang berdiri pada tahun 2001 dan hanya memiliki 10 karyawan dinilai memiliki prospek cerah. Perusahaa tersebut mampu untuk membantu perluasan sistem distribusi video, gambar dan informasi melalui desktop dari bisnis solusi Cisco Digital Media Systems.  Akuisisi juga bisa berlaku untuk merek produk seperti yang dilakukan oleh PT Unilever yang mengambil alih produk Taro (makanan ringan) dari PT Sari Murni Utama. Atau, PT Danone yang mengambil alih Aqua.

III. Uncertainty dalam aliansi strategis
3.1.     Uncertainty: konsep dan bentuk
Uncertainty atau ketidakpastian (Hirshleifer, 1979) dalam konteks ilmu ekonomi dapat disebabkan oleh dua bentuk peristiwa yaitu: uncertainty yang terjadi karena waktu/time dan uncertainty yang terjadi karena adanya informasi yang disembunyikan/hidden information oleh pihak tertentu. Uncertainty karena waktu, adalah uncertainty yang muncul dengan dasar asumsi bahwa masa depan tidak dapat diprediksi. Maksud tidak dapat diprediksi disini adalah bahwa tidak ada seorangpun yang dapat secara pasti mengetahui apa yang akan terjadi besok, misalkan dalam kasus harga saham di bursa efek. Tidak seorang pun yang tahu secara pasti berapa harga pembukaan saham di esok hari. Uncertainty yang terjadi karena adanya hidden information adalah uncertainty yang terjadi karena suatu informasi yang sengaja disembunyikan atau tidak disampaikan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang berkepentingan untuk maksud-maksud tertentu.

hidden information dapat mengakibatkan  terjadinya dua macam masalah yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection adalah masalah yang muncul karena keputusan untuk memilih jatuh pada pilihan yang salah/buruk, misalnya perusahaan asuransi kecelakaan memilih atau mendapatkan customer yang memiliki perilaku buruk dalam berkendara sehingga rentan terhadap kecelakaan. Moral hazard adalah masalah yang muncul ketika seorang agen atau suatu pihak melakukan tindakan pelanggaran terhadap kesepakatannya dengan pihak lain dengan bentuk melalaikan kewajibannya dan menyembunyikan informasi yang seharusnya disampaikan demi kepentingan pribadinya.

3.2.     Uncertainty dalam proses aliansi
Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa aliansi strategis bersifat terbuka, intim, long-term, beresiko dan unprediktable, hal ini karena aliansi melibatkan kombinasi dari organisasi-organisasi dengan budaya, nilai, sejarah, ketertarikan,dan metode operasi yang berbeda. Pernyataan diatas secara tegas menyatakan bahwa aliansi strategis beresiko dan unprediktable. Resiko kegagalan yang dapat terjadi dalam aliansi strategis ditegaskan oleh Larraine (berdasarkan penelitiannya selama 20 tahun)( Segil, 2008) terjadi bukan karena kekurangan strategi atau manajemen melainkan ketidakmampuan perusahaan untuk bekerjasama secara efektif untuk meraih tujuan mereka.
Dalam proses aliansi,  seperti diperspektifkan oleh  Kanter, dimana hubungan yang terjalin digambarkan seperti hubungan antar manusia(lihat Proses aliansi, hal 6), dalam prosesnya terselip berbagai bentuk uncertainty. Uncertainty pada tiap proses dapat berlainan bentuknya dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.


Masa depan yang tidak dapat diprediksi
Uncertainty yang pasti muncul, yang selalu memiliki probabilitas yang tinggi pada tiap fase adalah uncertainty karena waktu. Uncertainty karena waktu, hampir selalu ada dalam setiap peristiwa bisnis, strategi bisnis maupun bisnis plan apapun demikian juga dalam aliansi. Tidak seorangpun dapat memprediksikan apa yang dapat terjadi dimasa yang akan datang, meskipun sebuah aliansi telah terjalin sedemikan solid sekalipun.  Faktor utama yang menyebabkan uncertainty dalam hal ini adalah lingkungan eksternal, dunia bisnis yang semakin tidak dapat diprediksi.

Informasi yang asimetrik
Uncertainty yang lain berupa hidden information juga dapat terjadi dalam proses aliansi ini. Permasalahan adverse selection dapat muncul pada fase-fase awal. Ketepatan memilih mitra, merupakan hal yang cukup signifikan untuk menjaga keberlangsungan suatu aliansi bisnis. Adverse selection dapat terjadi ketika salah satu perusahaan salah menilai competitif advantage calon mitranya dan track record calon mitranya, sehingga harapan dan tujuan untuk meningkatkan competitive advantage bersama menjadi tidak tercapai atau sulit dicapai.selain itu permasalahan moral hazard juga dapat terjadi setiap saat, ketika salah satu mitra mengingkari perjanjian dan mencoba menggali keuntungan bagi perusahaannya sendiri, misalkan kemitraan bisnis yang terjalain antara perusahaan asing dan perusahaan lokal, perusahaan asing memiliki asumsi untuk dapat menjadi pusat dari produk kerjasama mereka, namun sebaliknya yang terjadi ketika aliansi telah terbangun, perusahaan lokal dalam diri mereka memiliki keengganan untuk menerima bagian dari bisnis mereka dikendalikan oleh asing(Segil, 2008).



IV. Mengantisipasi uncertainty dalam aliansi: meminimalkan resiko
Dalam rangka mencapai keberhasilan dalam aliansi bisnis, perusahan yang beraliansi atau berminat melakukan aliansi hendaknya memperhatikan aspek-aspek uncertainty yang mungkin muncul dalam proses aliansi untuk meminimalkan resiko kegagalan dengan membentuk sejumlah pertimbangan. Kanter menyarankan perusahaan yang beraliansi mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya: self-analysis, chemistry, dan compatibility.
  1. self-analysis
hubungan akan berawal dengan baik apabila pihak-pihak yang terlibat mengetahui tentang diri mereka sendiri beserta industri mereka untuk selanjutnya dapat memperkirakan perubahan-perubahan kondisi industri dan memutuskan untuk membentuk aliansi.
  1. chemistry
seringkali hubungan bisnis yang terjalin berubah menjadi hubungan antara para eksekutif tinggi perusahaan terkait, dan perasaan dari kedua belah pihak akan terbawa dalam suasana bisnis dan secara tidak sengaja memasukkan unsur-unsur pribadi atau sosial. Hubungan pribadi yang baik antara para eksekutif akan menghasilkan kemampuan yang dapat mempengaruhi dan membantu apabila dikemudian hari terjadi ketegangan.
  1. compatibility
aspek kecocokan ini berkaitan dengan pandangan historis, filosofis dan strategis seperti pengalaman umum, nilai dan prinsip, dan harapan  masa depan perusahaan-perusahaan terkait

selain ketiga pertimbangan diatas, untuk dapat meminimalkan risk yang muncul akibat dari adanya uncertainty berupa hidden information, yang memunculkan moral hazard dan adverse selection, didalam mengambil keputusan untuk melakukan aliansi pihak-pihak terkait dapat melakukan informational action untuk mengurangi uncertainty.  Informational action adalah keputusan yang dibuat dengan mengumpulkan sejumlah bukti-bukti dan informasi sebanyak mungkin mengenai suatu hal, dalam hal ini adalah informasi mengenai rekan bisnis calon mitra aliansi.

V. Kesimpulan
Aliansi strategis adalah sebuah strategi dalam dunia bisnis yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan kompetitifnes mereka dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain. melalui aliansi ini suatu perusahaan dapat meningkatkan competitive advantage mereka dengan menggabungkan competitif advantage mereka dengan competitive advantage perusahaan lain yang sifatnya saling melengkapi.
Tidak semua aliansi dapat berhasil dan berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor uncertainty. faktor uncertainty sendiri dapat dibedakan kedalam dua bentuk yaitu uncertainty karena waktu dan uncertainty kerena informasi yang disembunyikan.
Masalah uncertainty didalam proses aliansi dapat diminimalkan dengan melakukan sejumlah tidakan diantaranya adalah dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan berupa self-analysis, chemistry, dan compatibility dan dengan melakukan non-terminal action atau informational action.




Referensi
Ciptono, F. (2008)Pemasaran Strategik,CV Andi Offset Yogyakarta.
Hay, M., Williamson, P.. (1991). The Strategy Handbook, Basil Blackwell Oxford
Kanter, R.M. (2007). Implementasi manajemen Stratejik, kebijakan dan proses, Amara Book Yogyakarta, p 355-384.
Porter, M. E. (1985). Competitive Advantage, The Free Press New York.
Pucik, Vladimir. (1988)Strategic alliances, organizational learning, and competitive advantage: the HRM agenda ,human resource Management.
Segil, Larraine D., (2008) Making Business Alliances Work, Management Quarterly.
Susanto, A.B. (2004) Menjadi Super Company;melalui budaya organisasi yang tangguh dan futuristic.Quantum Bisnis&Manajemen Jakarta.
Warta ekonomi  Mingguan. (1996). Berita Ekonomi & Bisnis, Edisi 5 Agustus 1996, http://202.158.3.5/commerce/WartaEkonomi/8-11/1108lip2.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar