ALIANSI STRATEGIS PERUSAHAAAN DIPANDANG DARI ASPEK UNCERTAINTY
Penulis: Yannie Zhong
I. Pendahuluan
Situasi ekonomi dan
perubahan dalam dunia bisnis dewasa ini, menimbulkan berbagai persaingan antar
perusahaan/produsen untuk dapat menciptakan produk dengan value yang terbaik
melalui pengaplikasian strategi yang tepat. Perubahan situasi ekonomi dari economic of scarcity yaitu dimana
barang-barang yang dihasilkan belum banyak, sehingga barang-barang tersebut
mudah diserap oleh konsumen, menjadi economics
of realitive plenty, yaitu kondisi dimana barang-barang tersedia lebih
banyak dibanding yng terbeli oleh konsumen, membuat konsumen memiliki kekuatan bargaining yang lebih dibandingkan jaman
dulu, memaksa perusahaan untuk bersaing menarik perhatian konsumen agar
memilih produk mereka. Persaingan yang
terjadi antara perusahan bertambah ketat dengan adanya globalisasi. Persaingan
bukan lagi hanya berasal dari industri yang sama dalam satu negara tetapi
semakin luas dengan terlibatnya berbagai perusahaan, baik industri yang sama
atau berlainan dari dalam dan luar
negeri. Hal ini terjadi sejalan dengan disepakatinya perjanjian WTO(World Trade Organization) yang memaksa banyak negara untuk membuka pintu
seluas-luasnya kesempatan bagi negara lain untuk membuka usaha di negara
tersebut. Perjanjian WTO inilah yang menjadi tonggak resmi berlakunya
globalisasi, khususnya sektor perdagangan antar negara dan antar wilayah
(Susanto,2006). pertarungan bisnis yang
terjadi bukan hanya dalam satu negara saja melainkan lintas negara bahkan
meyebabkan dunia bisnis berubah secara drastis sehingga persaingan menjadi
semakin ketat dan berdarah. Untuk menghadapi situasi yang demikian, perusahaan mulai
memikirkan alternatif stategi untuk bertahan hidup.
Dalam rangka
mempertahankan hidupnya , perusahaan mulai menyadari perlunya melakukan
kerjasama dengan perusahaan lain yang dapat melengkapi competitif advantage
mereka. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan
Akio Morita (Chairman Sony), yang mengatakan bahwa dalam dunia yang bebas ini,
setiap perusahaan harus berpikir dalam kerangka kerja sama dengan perusahaan lain jika dia benar-benar
ingin memenangkan persaingan (Warta ekonomi,1996). orientasi
perusahaan-perusahaan yang semula menganggap perusahaan lain sebagai pesaing
yang harus dibunuh dan dimusnahkan mulai beralih menjadi kawan yang dapat
diajak bekerjasama atau beraliansi untuk menciptakan competitif advantage yang
lebih baik, seperti yang dinyatakan oleh Porter (Porter,2007) bahwa Sebuah perusahaan hanya dapat mengalahkan
pesaing-pesaingnya jika mampu menciptakan keunikan yang dapat dipertahankannya
Maka dengan beraliansi atau membentuk sekutu-sekutu, diharapkan dapat
menciptakan suatu keunikan-keunikan yang baru atau lebih baik untuk menghadapi
perusahaan atau bisnis lain diluar sekutunya.
Kerjasama arau Aliansi
diharapkan sebagai sebuah strategi yang bisa membantu perusahaan untuk dapat
menghadapi berbagai kondisi eksternal yang terjadi -hal ini sebagaimana
dijelaskan diatas-, namun benarkah dengan melakukan aliansi ini, dapat
memberikan nilai yang positif bagi perusahaan atau justru sebaliknya? Melalui
tulisan ini, penulis akan mencoba menelusuri lebih jauh mengenai aliansi
strategis dengan melihat aspek-aspek uncertainty
yang mungkin terjadi dalam proses aliansi.
II. Aliansi sebagai pilihan
stategi bagi perusahaan
2.1. Aliansi: definisi, konsep, dan tujuan
Aliansi strategis
memiliki tujuan utama untuk meningkatkan competitive
advantage yang dimiliki suatu perusahaan dengan melakukan kerja sama dengan
perusahaan lainnya. Menurut Besanko et.al
dalam bukunya Economic of Strategy
disebutkan bahwa sebuah perusahaan memiliki sebuah competitive advantage apabila perusahaan tersebut memperoleh
tingkat keuntungan ekonomi lebih tinggi daripada rata-rata keuntungan ekonomi
dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada pasar yang sama (Besanko,2007)
competitive advantage merupakan ide sederhana mengenai penilaian kemampuan
perusahaan dan posisi pasar secara relative dibandingkan dengan competitor
(Williamson. 1991). Konsep Competitive Advantage bertujuan
menjembatani antara formulasi strategi dengan implementasi pada prakteknya. Untuk
meraih keberhasilan meningkatkan competitive advantage, banyak strategi yang
dapat menjadi pilihan perusahaan, salah satunya adalah dengan melakukan
aliansi.
sebelum
menelaah lebih jauh mengenai aliansi strategis, untuk mendasari pemahaman kita,
kita akan melihat apa sebenarnya yang dimaksud sebagai strategi. Mintzberg
mengajukan 5 (lima) definisi dari strategic yaitu plan, play, pattern, position, and perspective( Ciptono ,2008). Kelima hal tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut yaitu, sebagai awal, strategi ditentukan sebelum tindakan diambil,
kemudian strategi disusun secara sadar dan sengaja (terencana). selanjutnya
yang dimaksud dengan play, bahwa
stategi ini dapat diartikan sebagai manuver untuk mengecoh lawan. Sebagai pola
(patern), strategi dapat dirumuskan sebagai konsistensi perilaku yang membentuk
pola-pola tertentu, dan sebagai posisi, strategi dikatakan sebagai “ a means of locating an organization in what
organization theorists like to call an environment”( Ciptono ,2008).
Sebagai perspective, strategi mencerminkan refleksi dan aksi kolektif
organisasi.
Aliansi strategis sebagai salah satu bentuk strategi merupakan kemitraan
antara perusahaan-perusahaan yang mengkombinasikan sumber daya, kapabilitas,
dan kompetensi inti mereka untuk memenuhi kepentingan bersama dalam
perancangan, produksi, atau distribusi barang-barang atau jasa. Sejalan dengan itu,
Larraine menyatakan bahwa aliansi
strategis bersifat terbuka, intim, long-term, beresiko dan unprediktabel, hal
ini karena aliansi melibatkan kombinasi dari organisasi-organisasi dengan
budaya, nilai, sejarah, ketertarikan,dan metode operasi yang berbeda. yang
berbeda(Segil ,2008).
Berdasarkan
hasil penelitian Rosabeth Moss Kanter(Kanter ,2007) yang dilakukan dengan mewawancarai
500 pemimpin perusahaan, ia mengungkapkan3 (tiga) aspek dasar dalam aliansi strategis yaitu:
1. Aliansi haruslah memberikan keuntungan bagi
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, dan aliansi ini bukan hanya merupakan
perjanjian tetapi merupakan sistem yang makin lama makin berkembang dalam
berbagai kemungkinan. Sejumlah perusahaan diantranya membentuk aliansi
karena hubungan tersebut menawarkan suatu pilihan untuk masa depan,
bidang-bidang baru, serta peluang-peluang yang tidak terlihat sebelumnya pada
pihak-pihak yang terlibat.
2. Aliansi yang
dianggap sukses adalah aliansi yang melibatkan kolaborasi-kolaborasi (
pembentukan nilai baru secar bersama) dan bukan hanya pertukaran (memperoleh
kembali apa yang diberikan) dalam hal ini para partner menilai keahlian dari
masing-masing pihak yang membentuk aliansi.
3. Aliansi tidak
dapat dikontrol oleh sistem-sistem formal, tetapi memerlukan networking yang
mendukung hubungan antar pribadi dan infrastruktur internal yang mendukung
proses pembelajaran
Jenis
aliansi strategis berdasarkan kualitas hubungan
Vladimir Pucik (pucik, 1988)menyatakan
bahwa strategic alliances can take many
forms: technical exchange and cross-licensing, co-production and OEM
agreements, sale and distribution ties, joint product development programs, or
creation of joint venture firms with equity distributed among the partners.
Aliansi strategis bisa memiliki berbagai bentuk, salah satunya dapat dibedakan
melalui kualitas hubungan yang terjalin. secara spesifik Aliansi strategis dapat
dikelompokan sebagai berikut:
Ø
Mutual service
consortia
Sejumlah perusahaan yang serupa dalam
industri yang serupa, menggabungkan sumber daya yang mereka miliki untuk
memperoleh keuntungan dari suatu akses, misalnya teknologi maju, yang dalam hal
ini terlalu mahal apabila dilakukan sendiri-sendiri.
Ø
Joint venture
sebuah kerja sama yang terjadi ketika dua
atau lebih perusahaan menciptakan satu perusahaan independen dengan
mengkombinasikan sebagian aktiva mereka.
Ø
Kerjasama
rantai-nilai
Merupakan bentuk kerjasama yang paling
kuat dengan komitmen yang kuat, dimana perusahaan-perusahaan dari berbagai
industri dan dengan berbagai keahlian yang berbeda, menggabungkan berbagai
keahlian tersebut untuk menciptakan nilai bagi konsumen.
Proses
dalam aliansi
Hubungan antar perusahaan diawali, tumbuh dan
berkembang,dengan cara yang hampir serupa dengan hubungan antar manusia, hampir
tidak ada hubungan yang bisa dikatakan mutlak berjalan sama. aliansi yang baik
biasanya melalui beberapa fase (Kanter,2007) yaitu:
1.
fase pertama :
disebut sebagai fase perkenalan dimana terdapat perusahaan-perusahaan yang
bertemu, saling tertarik dan menemukan kecocokan.
2.
fase kedua:
adalah fase perjanjian atau kesepakatan dimana kedua belah pihak membentuk
rencana dan membuat perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan.
3.
fase ketiga:
adalah fase pengenalan lebih jauh dimana perusahaan yang baru membentuk rekanan
ini seperti pasangan yang baru membentuk keluarga baru. Mereka menemukan pandangan-pandangan yang berbeda
tentang bagaimana menjalankan perusahaan.
4.
fase keempat: adalah fase pembentukan mekanisme untuk
menjembatani pandangan dan teknik kerja yang berbeda untuk bisa berjalan
bersama.
5.
fase kelima: adalah fase pendewasaan dimana layaknya
pasangan yang sudah dewasa, mereka menemukan bahwa mereka telah mengalami
perubahan-perubahan internal sebagai efek dari penyesuaian diri atas kerjasama
mereka.
2.2. Perbedaan aliansi dengan merger dan akuisisi
Beberapa hal
yang perlu menjadi pertimbangan perusahaan dalam melakukan aliansi adalah
adanya kesadaran suatu perusahaan
akan keterbatasan sumber daya manajerial
dan kompetensi teknologis untuk secara mandiri menghadapi lingkungan peluang
yang makin terbuka. Suatu aliansi biasanya membawa serta berbagi sumber daya
komplementer untuk mampu mengerjakan suatu kegiatan dan menciptakan sesuatu
yang bernilai yang tidak dapat dihasilkan oleh satu perusahaan tunggal. Dengan
menggabungkan sumber daya internal dan sumber daya perusahaan lainnya, maka
berarti perusahaan yang memprakarsai aliansi bergerak maju untuk menerima
tantangan dan mau bekerjasama menuju ke masa depan. Bisa pula penciptaan lini
bisnis dan produk baru. Alasan beraliansi dalam praktiknya terjadi, karena
keterbatasan sumber daya dalam masing masing perusahaan yang beraliansi, Misalnya beberapa perusahaan memilih
strategi aliansi dengan alasan efisiensi dan kualitas.
Contoh :
industri PC (personal computer).
IBM menjalin kerjasama dengan lebih
dari 400 perusahaan yang menjadi
pemasok komponen-komponen PC yang dibuatnya. Microsoft menjalin kerjasama
dengan perusahaan-perusahaan yang siap mengembangkan perangkat lunak baru.
Demikian juga dengan Coca Cola, beraliansi strategik dengan perusahaan lain
untuk mensuplai kemasan baik
kaleng maupun botol.
Salah satu ciri dari stategis
aliansi yang juga dapat menjadi keunggulan dari strategi ini adalah bahwa
Strategi aliansi tidak menyebabkan satu perusahaan menjadi sub-ordinat
perusahaan lain. Strategi ini justru akan membangun rantai nilai perusahaan
dalam lintas wilayah bahkan lintas negara. Masing-masing perusahaan tetap bisa
mengembangkan pasar sesuai tujuan masing-masing tanpa terganggu dengan
aktivitas rantai nilai bersama yang telah disepakati. Hal ini sangat berbeda
dengan yang terjadi di dalam merger dan akuisisi. Gambar berikut merupakan
contoh aliansi strategis yang dilakukan siemens:
![]() |




|
|
Didalam merger, terjadi
penggabungan 2 perusahaan atau lebih, yang melebur menjadi satu perusahaan
dengan bentuk organisasi yang baru yang merupakan peleburan dari organisasi
yang lama dengan core bisnis yang sama. merjer dilakukan atas kesepakatan
bersama dan sharing modal, sementara dalam akuisisi terdapat proses pembelian
aset atau kepemilikan satu perusahaan terhadap perusahaan lain yang diakuisisi
bisa dalam core bisnis yang sama atau berbeda. Contoh merjer adalah
penggabungan empat bank di Indonesia yaitu Bank Bumi Daya, Bank EXIM, Bank
Dagang Negara, dan Bapindo menjadi satu yaitu Bank Mandiri. Contoh akuisisi
adalah Tivella Inc., sebuah perusahaan
independen kecil yang berada di California, Amerika Serikat, dibeli oleh Cisco
Systems. Perusahaan berskala kecil yang berdiri pada tahun 2001 dan hanya memiliki
10 karyawan dinilai memiliki prospek cerah. Perusahaa tersebut mampu untuk
membantu perluasan sistem distribusi video, gambar dan informasi melalui
desktop dari bisnis solusi Cisco Digital
Media Systems. Akuisisi juga bisa
berlaku untuk merek produk seperti yang dilakukan oleh PT Unilever yang
mengambil alih produk Taro (makanan ringan) dari PT Sari Murni Utama. Atau, PT
Danone yang mengambil alih Aqua.
III. Uncertainty dalam
aliansi strategis
3.1. Uncertainty: konsep dan bentuk
Uncertainty atau ketidakpastian (Hirshleifer, 1979) dalam
konteks ilmu ekonomi dapat disebabkan oleh dua bentuk peristiwa yaitu: uncertainty yang terjadi karena waktu/time dan uncertainty yang terjadi karena adanya informasi yang
disembunyikan/hidden information oleh
pihak tertentu. Uncertainty karena
waktu, adalah uncertainty yang muncul
dengan dasar asumsi bahwa masa depan tidak dapat diprediksi. Maksud tidak dapat
diprediksi disini adalah bahwa tidak ada seorangpun yang dapat secara pasti
mengetahui apa yang akan terjadi besok, misalkan dalam kasus harga saham di
bursa efek. Tidak seorang pun yang tahu secara pasti berapa harga pembukaan saham di
esok hari. Uncertainty yang terjadi
karena adanya hidden information
adalah uncertainty yang terjadi
karena suatu informasi yang sengaja disembunyikan atau tidak disampaikan oleh salah
satu pihak kepada pihak lain yang berkepentingan untuk maksud-maksud tertentu.
hidden information dapat mengakibatkan terjadinya dua macam masalah yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection adalah masalah yang muncul karena keputusan untuk
memilih jatuh pada pilihan yang salah/buruk, misalnya perusahaan asuransi
kecelakaan memilih atau mendapatkan customer
yang memiliki perilaku buruk dalam berkendara sehingga rentan terhadap
kecelakaan. Moral hazard adalah masalah
yang muncul ketika seorang agen atau suatu pihak melakukan tindakan pelanggaran
terhadap kesepakatannya dengan pihak lain dengan bentuk melalaikan kewajibannya
dan menyembunyikan informasi yang seharusnya disampaikan demi kepentingan
pribadinya.
3.2. Uncertainty dalam proses aliansi
Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa aliansi strategis bersifat
terbuka, intim, long-term, beresiko dan unprediktable,
hal ini karena aliansi melibatkan kombinasi dari organisasi-organisasi dengan
budaya, nilai, sejarah, ketertarikan,dan metode operasi yang berbeda. Pernyataan
diatas secara tegas menyatakan bahwa aliansi strategis beresiko dan unprediktable. Resiko kegagalan yang
dapat terjadi dalam aliansi strategis ditegaskan oleh Larraine (berdasarkan
penelitiannya selama 20 tahun)( Segil, 2008) terjadi bukan karena kekurangan
strategi atau manajemen melainkan ketidakmampuan perusahaan untuk bekerjasama
secara efektif untuk meraih tujuan mereka.
Dalam proses aliansi, seperti
diperspektifkan oleh Kanter,
dimana hubungan yang terjalin digambarkan seperti hubungan antar manusia(lihat
Proses aliansi, hal 6), dalam prosesnya terselip berbagai bentuk uncertainty.
Uncertainty pada tiap proses dapat berlainan bentuknya dan dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Masa depan yang tidak
dapat diprediksi
Uncertainty
yang pasti muncul, yang selalu memiliki probabilitas yang tinggi pada tiap fase
adalah uncertainty karena waktu. Uncertainty karena waktu, hampir
selalu ada dalam setiap peristiwa bisnis, strategi bisnis maupun bisnis plan
apapun demikian juga dalam aliansi. Tidak seorangpun dapat memprediksikan apa
yang dapat terjadi dimasa yang akan datang, meskipun sebuah aliansi telah
terjalin sedemikan solid sekalipun. Faktor
utama yang menyebabkan uncertainty dalam hal ini adalah lingkungan
eksternal, dunia bisnis yang semakin tidak dapat diprediksi.
Informasi yang asimetrik
Uncertainty
yang lain berupa hidden information juga dapat terjadi dalam proses aliansi
ini. Permasalahan adverse selection dapat muncul
pada fase-fase awal. Ketepatan memilih mitra, merupakan hal yang cukup
signifikan untuk menjaga keberlangsungan suatu aliansi bisnis. Adverse
selection dapat terjadi ketika salah satu perusahaan salah menilai competitif
advantage calon mitranya dan track record calon mitranya, sehingga harapan
dan tujuan untuk meningkatkan competitive advantage bersama menjadi
tidak tercapai atau sulit dicapai.selain itu permasalahan moral hazard
juga dapat terjadi setiap saat, ketika salah satu mitra mengingkari perjanjian
dan mencoba menggali keuntungan bagi perusahaannya sendiri, misalkan kemitraan
bisnis yang terjalain antara perusahaan asing dan perusahaan lokal, perusahaan
asing memiliki asumsi untuk dapat menjadi pusat dari produk kerjasama mereka,
namun sebaliknya yang terjadi ketika aliansi telah terbangun, perusahaan lokal
dalam diri mereka memiliki keengganan untuk menerima bagian dari bisnis mereka
dikendalikan oleh asing(Segil, 2008).
IV. Mengantisipasi uncertainty dalam aliansi: meminimalkan
resiko
Dalam rangka mencapai
keberhasilan dalam aliansi bisnis, perusahan yang beraliansi atau berminat
melakukan aliansi hendaknya memperhatikan aspek-aspek uncertainty yang mungkin muncul dalam proses aliansi untuk
meminimalkan resiko kegagalan dengan membentuk sejumlah pertimbangan. Kanter
menyarankan perusahaan yang beraliansi mempertimbangkan beberapa faktor
diantaranya: self-analysis, chemistry, dan compatibility.
- self-analysis
hubungan
akan berawal dengan baik apabila pihak-pihak yang terlibat mengetahui tentang
diri mereka sendiri beserta industri mereka untuk selanjutnya dapat
memperkirakan perubahan-perubahan kondisi industri dan memutuskan untuk
membentuk aliansi.
- chemistry
seringkali
hubungan bisnis yang terjalin berubah menjadi hubungan antara para eksekutif
tinggi perusahaan terkait, dan perasaan dari kedua belah pihak akan terbawa
dalam suasana bisnis dan secara tidak sengaja memasukkan unsur-unsur pribadi
atau sosial. Hubungan pribadi yang baik antara para eksekutif akan menghasilkan
kemampuan yang dapat mempengaruhi dan membantu apabila dikemudian hari terjadi
ketegangan.
- compatibility
aspek
kecocokan ini berkaitan dengan pandangan historis, filosofis dan strategis
seperti pengalaman umum, nilai dan prinsip, dan harapan masa depan perusahaan-perusahaan terkait
selain ketiga pertimbangan
diatas, untuk dapat meminimalkan risk
yang muncul akibat dari adanya uncertainty
berupa hidden information, yang memunculkan moral
hazard dan adverse selection, didalam
mengambil keputusan untuk melakukan aliansi pihak-pihak terkait dapat melakukan
informational action untuk mengurangi uncertainty. Informational action adalah keputusan yang
dibuat dengan mengumpulkan sejumlah bukti-bukti dan informasi sebanyak mungkin
mengenai suatu hal, dalam hal ini adalah informasi mengenai rekan bisnis calon
mitra aliansi.
V. Kesimpulan
Aliansi strategis adalah sebuah
strategi dalam dunia bisnis yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan
kompetitifnes mereka dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain. melalui
aliansi ini suatu perusahaan dapat meningkatkan competitive advantage mereka dengan menggabungkan competitif advantage mereka dengan competitive advantage perusahaan lain
yang sifatnya saling melengkapi.
Tidak semua aliansi dapat
berhasil dan berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya adalah faktor uncertainty.
faktor uncertainty sendiri dapat
dibedakan kedalam dua bentuk yaitu uncertainty
karena waktu dan uncertainty kerena
informasi yang disembunyikan.
Masalah uncertainty didalam proses aliansi dapat diminimalkan dengan
melakukan sejumlah tidakan diantaranya adalah dengan melakukan
pertimbangan-pertimbangan berupa self-analysis, chemistry, dan compatibility
dan dengan melakukan non-terminal action atau informational action.
Referensi
Ciptono, F. (2008)Pemasaran Strategik,CV Andi Offset
Yogyakarta.
Hay, M.,
Williamson, P.. (1991). The Strategy
Handbook, Basil Blackwell Oxford
Kanter, R.M. (2007).
Implementasi manajemen
Stratejik, kebijakan dan proses, Amara Book Yogyakarta, p 355-384.
Porter,
M. E. (1985). Competitive Advantage,
The Free Press New York .
Pucik, Vladimir. (1988)Strategic
alliances, organizational learning, and competitive advantage: the HRM agenda ,human resource Management.
Segil,
Larraine D., (2008) Making Business Alliances Work, Management Quarterly.
Susanto, A.B. (2004) Menjadi Super Company;melalui budaya
organisasi yang tangguh dan futuristic.Quantum Bisnis&Manajemen Jakarta.
Warta ekonomi Mingguan. (1996). Berita Ekonomi & Bisnis, Edisi 5 Agustus 1996, http://202.158.3.5/commerce/WartaEkonomi/8-11/1108lip2.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar